Instale o Steam
iniciar sessão
|
idioma
简体中文 (Chinês simplificado)
繁體中文 (Chinês tradicional)
日本語 (Japonês)
한국어 (Coreano)
ไทย (Tailandês)
Български (Búlgaro)
Čeština (Tcheco)
Dansk (Dinamarquês)
Deutsch (Alemão)
English (Inglês)
Español-España (Espanhol — Espanha)
Español-Latinoamérica (Espanhol — América Latina)
Ελληνικά (Grego)
Français (Francês)
Italiano (Italiano)
Bahasa Indonesia (Indonésio)
Magyar (Húngaro)
Nederlands (Holandês)
Norsk (Norueguês)
Polski (Polonês)
Português (Portugal)
Română (Romeno)
Русский (Russo)
Suomi (Finlandês)
Svenska (Sueco)
Türkçe (Turco)
Tiếng Việt (Vietnamita)
Українська (Ucraniano)
Relatar um problema com a tradução
Anak tersebut sangat gemar berburu dia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana. Sangkuriang tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.
Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan. Maka, anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan.
Ketika kembali ke istana, Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada Ibunya. Bukan main marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu.
Tanpa sengaja dia memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka. Dia sangat kecewa dan pergi mengembara.
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Dia selalu berdoa dan sangat tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa memberinya sebuah hadiah. Dia akan selamanya muda dan memiliki kecantikan abadi.